Asisten II Tekankan Perencanaan Dalam Penanggulangan Kemiskinan di Papua Selatan

RAKYAT TODAY.ID_ MERAUKE  – Asisten II Bidang Perekonomian Sekretaris Daerah Provinsi Papua Selatan, Sunarjo menekankan perencanaan dalam penanggulangan kemiskinan di provinsi tersebut

Hal itu disampaikannya saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Papua Selatan tahun 2024 yang dilaksanakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bapperinda) Provinsi Papua Selatan di Hotel Corein Merauke, Selasa (17/12/2024).

“Kalau dari data statistik terkait kemiskinan dalam empat kabupaten cakupan Provinsi Papua Selatan yakni Kabupaten Merauke, Mappi, Asmat dan Kabupaten Boven Digoel, wilayah Boven Digoel tertinggi, tapi perlu dikaji kembali,”kata Sunarjo dalam sambutannya.

Sementara dari sisi kesehatan, angka stunting tertinggi di Kabupaten Asmat. Kemiskinan keluarga itu berdampak pada akses penyumbang stunting.

Tetapi, dari data sosial, orang ketika terdaftar didata penerima manfaat itu bersukacita untuk menerima gaji Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Kantor Pos maupun perbankan.

“Tetapi kalau kita ketemu dan kita tanya status mereka miskin mereka tidak mau, ini dua kondisi yang berlawanan, ini kenyataan,”ujar Sunarjo.

Namun, kalau dia dianggap miskin kemudian masuk sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dia bersukacita karena menerima gaji.

“Tetapi kalau kita ketemu dengan standar-standar yang ditetapkan oleh pemerintah, kemiskinan itu uraiannya seperti apa kita sampaikan, mereka protes, saya tidak miskin, ini tantangan,”katanya.

Sunarjo mengatakan, jika di Merauke dengan kemiskinan komposisi 1,7 persen dari 168 ribu penduduk sesuai data pemilih tetap (DPT). Standar yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik dalam rangka survei tentang kemiskinan tolong disampaikan kepada pemerintah.

“Tolong juga disampaikan kepada teman-teman yang hadir dalam rapat koordinasi ini supaya menjadi pemahaman yang sama, standar kemiskinan menurut BPS itu seperti apa,”ujarnya.

Lantaran, kata dia, ada rumah yang sudah direnovasi sudah dibangunkan oleh pemerintah dalam rangka standarisasi ijin rumah tapi karena kebiasaan rumah tidak seperti awal, masyarakat tinggalkan.

“Ini banyak terjadi, di Kampung Kondo, Distrik Neukenjerai misalnya, pada 2011 ada komunitas adat terpencil disitu, dibangun 75 unit rumah disana namun tidak semuanya ditinggali, mereka lebih senang tinggal didusun,”katanya.

Dia mengatakan, sebenarnya, niat pemerintah tidak ada yang buruk, tetapi langkah-langkah yang ditetapkan menyangkut tugas dan fungsi yang kadang tidak dipahami.

Sehingga diklaim oleh rakyat bahwa keberadaan pemerintah tidak maksimal. Batang tubuh boleh dirubah tetapi rembul Undang Undang 1945 tidak boleh dirubah karena disitu ada cita-cita negara.

Salah satunya, Inpres Nomor 4 tahun 2022 tentang percepatan penghapusan kemiskinan, bagimana caranya Pemerintah Provinsi Papua Selatan harus berkontribusi.

“Jadi, hari ini kalau saya melihat pandangan umum terhadap stekholder untuk suksesnya percepatan penanggulangan kemiskinan semuanya belum terakomodir,”ujarnya.

Jika berbicara kemiskinan, menurutnya, harus melibatkan pengusaha, kalau itu investor, maka harus melibatkan corporate social responsibility (CSR), kepedulian sosialnya, itu harus ada. Jangankan ke orang lain, diwilayah investasi saja banyak yang tidak disentuh, ini nyata.

“Kalau disentuh tidak ada orang yang demonstrasi diwilayah investasi, masih banyak yang ria-ria,”kata dia.

Terkait itu, dia meminta kepada Kepala Bapperinda dan rekan-rekannya perlu ada perencanaan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Tahunan (RKT), dan Rencana Kerja (Renja) semuanya harus terukur bukan sekedar kegiatan, lalu itu menjadi kewajiban karena mengandalkan DPR.

Lanjut dia,tetapi ada dampak dari kegiatan- kegiatan karena perencanaan yang dilakukan. Untuk itu, perencanaan perlu didiskusikan karena perencanaan tidak ada ujungnya, apalagi berbicara soal kemiskinan.

“Mungkin, ketika orang Jakarta datang perlu dijelaskan detail kepada mereka,”ujarnya.

Untuk itu, BPS perlu menyampaikan kepada pemerintah mengenai standarisasi kemiskinan di Papua Selatan.

Terkait itu, Sunarjo menyarankan jika berbicara tentang satu data setiap saat harus diabdate. Lantaran, ada istilah pembangunan berbasis kependudukan, dan pembangunan berbasis lingkungan hidup.

“Untuk itu, hari ini karena bicara tentang rapat koordinasi penanggulangan kemiskinan maka mari kita tetapkan langkah, komitmennya seperti apa, kemudian randownya seperti apa, siapa bekerja apa, dimana, kontribusinya seperti apa,”kata dia.

Sunarjo menegaskan, tahun depan, tidak boleh ada lagi rakor, tapi tindakan yang harus dilakukan. Tentunya semua itu harus didukung dengan regulasi yang jelas, untuk itu harus ada regulasi yang dilahirkan.

“Intinya kalau hari ini bapak, ibu diundang untuk berpikir bagimana kemiskinan 3,4 persen di Papua Selatan ini kita percepat penaggulangannya maka program strategis harus dilakukan,”tambah Sunarjo.( Ros )

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.